Daftar Blog Saya

Minggu, 27 November 2011

orang_tua_adalah_segalanya

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel
besar dan anak lelaki yang senang bermain-
main di bawah pohon apel itu setiap hari. Ia
senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon,
memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan
rindang daun-daunnya. Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu. Demikian pula pohon
apel sangat mencintai anak kecil itu. Waktu terus berlalu. Anak lelaki itu kini telah
tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main
dengan pohon apel itu setiap harinya. Suatu
hari ia mendatangi pohon apel. Wajahnya
tampak sedih. "Ayo ke sini bermain-main lagi
denganku," pinta pohon apel itu. "Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon
lagi," jawab anak lelaki itu. "Aku ingin sekali
memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk
membelinya." Pohon apel itu menyahut, "Duh,
maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh
mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli
mainan kegemaranmu." Anak lelaki itu sangat
senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang
ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah
datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih. Suatu hari anak lelaki itu datang lagi. Pohon apel
sangat senang melihatnya datang. "Ayo
bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami
membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?" "Duh, maaf aku pun
tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang
semua dahan rantingku untuk membangun
rumahmu," kata pohon apel. Kemudian anak
lelaki itu menebang semua dahan dan ranting
pohon apel itu dan pergi dengan gembira. Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat
anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak
pernah kembali lagi. Pohon apel itu merasa
kesepian dan sedih. Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang
lagi. Pohon apel merasa sangat bersuka cita
menyambutnya. "Ayo bermain-main lagi
deganku," kata pohon apel. "Aku sedih," kata
anak lelaki itu. "Aku sudah tua dan ingin hidup
tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk
pesiar?" "Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau
boleh memotong batang tubuhku dan
menggunakannya untuk membuat kapal yang
kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-
senanglah." Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang
diidamkannya. Ia lalu pergi berlayar dan tak
pernah lagi datang menemui pohon apel itu. Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah
bertahun-tahun kemudian. "Maaf anakku," kata
pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah
apel lagi untukmu." "Tak apa. Aku pun sudah tak
memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu,"
jawab anak lelaki itu. "Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata
pohon apel. "Sekarang, aku sudah terlalu tua
untuk itu," jawab anak lelaki itu. "Aku benar-
benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku
berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-
akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata. "Aku
tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata
anak lelaki. "Aku hanya membutuhkan tempat
untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah
sekian lama meninggalkanmu." "Oooh, bagus
sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan
beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan
akar-akarku dan beristirahatlah dengan
tenang." Anak lelaki itu berbaring di pelukan
akar-akar pohon. Pohon apel itu sangat gembira
dan tersenyum sambil meneteskan air matanya. Ini adalah cerita tentang kita semua. Pohon apel
itu adalah orang tua kita. Ketika kita kecil, kita
senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.
Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan
mereka, dan hanya datang ketika kita
memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan. Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di
sana untuk memberikan apa yang bisa mereka
berikan untuk membuat kita bahagia. Anda
mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah
bertindak sangat kasar pada pohon itu, tetapi
begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita. Sebarkan cerita ini untuk mencerahkan lebih
banyak rekan. Dan, yang terpenting: cintailah
orang tua kita. Sampaikan pada orang tua kita
sekarang, betapa kita mencintainya; dan
berterima kasih atas seluruh hidup yang telah
dan akan diberikannya pada kita.

2 komentar: